Islam mengatur
segenap perbuatan manusia dalam hubunganya dengan Khaliq-nya, hal ini tercermin
dalam aqidah dan ibadah ritual dan spiritual. Seperti: tauhid, salat, zakat,
puasa dan lain-lain. Kedua, mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Yang diwujudkan berupa akhlak, pakaian, dan makanan. Ketiga, mengatur manusia
dengan lingkungan sosial. Hal ini diwujudkan dalam bentuk mu'amalah dan uqubat.
(sistem ekonomi Islam, sistem pemerintahan Islam, sistem politik Islam, sistem
pidana Islam, strategi pendidikan, strategi pertanian, dan lain sebagainya
(Taqiyyudin, Nidhomul Islam).
Maka Islam
adalah berbeda dengan agama-agama yang lain, sebab Islam tidak sebatas ibadah
ritual dan spiritual belaka, namun juga memasuki ranah publik. Maka kaum muslim
yang memisahkan agama Islam dengan kehidupan publik (fasluddin \'anil-hayah)
berarti ia telah terkena virus sekulerisme.
Sekulerisme
sendiri sebagaimana ditulis Shidiq Jawi di majalah Al-Waie mempunyai akar
sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat. Pada tiga abad pertama
Masehi, agama Kristen mengalami penindasan di bawah Imperium Romawi sejak
berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero bahkan memproklamirkan agama
Kristen sebagai suatu kejahatan. (Idris, 1991:74). Menurut Abdulah Nashih Ulwan
(1996:71), pada era awal ini pengamalan agama Kristen sejalan dengan Injil
Matius yang menyatakan,"Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik
Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan." (Matius,
22:21).
Sekularisme
merupakan akar dari liberalisme yang sejatinya masuk secara paksa ke Indonesia
melalui proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip
negara sekuler telah termaktub dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855
ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral terhadap agama,
artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan agama. (Suminto,
1986:27).
Prinsip sekuler
dapat ditelusuri pula dari rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah
kolonial untuk melakukan Islam Politik, yaitu kebijakan pemerintah kolonial
dalam menangani masalah Islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas Islam
sebagai ekspresi politik. Inti Islam Politik adalah (1) dalam bidang ibadah
murni, pemerintah hendaknya memberi kebebasan, sepanjang tidak mengganggu
kekuasaan Pemerintah Belanda; (2) dalam bidang kemasyarakatan, pemerintah
hendaknya memanfaatkan adat kebiasaan masyarakat agar rakyat mendekati Belanda;
(3) dalam bidang politik atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap
upaya yang akan membawa rakyat pada fanatisme dan ide Pan Islam. (Suminto,
1986:12).
Uniknya
sebagian kaum Muslim secara sadar atau tidak justru mengagung-agungkan paham
yang satu ini, padahal jika ditelisik lebih dalam ini adalah jelas merupakan
produk pemikiran impor dari Barat. Bisa pula disebut ideologi transnasional.
Pemikiran
sekulerisme inilah yang menjadi jalan bagi penjajah untuk tetap menjajah
Indonesia meski bukan lagi dalam bentuk penjajahan fisik. Baik penjajahan dalam
bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan keamanan. Semua ini dibalut dengan
ideologi negara yang sudah disepakati bersama. Sayangnya sekulerisme ini terus
menerus dikampanyekan oleh para pengagumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar